Jumat, 30 Maret 2012

Fitrah kehidupan

Hidup jangan terlalu d
paksakan. Karena tanpa dpaksakanpun kehidupan
akan tetap berputar,
bergerak dinamis d porosnya, karena itulah
FITRAHnya dunia. Tugas
kita cukup memberikan
sentuhan keikhlasan..
Optimis harus selalu ada,
meskipun kekhawatiran dn
paranoid juga sama
kuatnya..

Pujangga arab pernah
bersya'ir "Addunya mutagayyirun, wa kullu
mutagayyirin
haditsun" (hidup ini
berubah ubah, karena
memang dunia tidak
abadi).. Perhatikanlah kawan, ulat yg awalnya begitu "menggelikan dn
menjijikan" (bagi kebanyakan org) akan
berevolusi secara alami dan pada waktux akan berubah menjadi kupu2 yg "cantik dan indah" (bgi kebanyakn org) tanpa d paksakan.

Itulah kehidupan kawan, jalanilah hidup dengan sewajarnya saja, jangan melampaui batas nurani..
Percayalah apa yg pernah
kita yakini, kelak akan menjadi sesuatu yg semestinya, karena hidup
dan nasib terus berputar
seiring waktu berjalan..

Anggaplah perjalan waktu
yg kini kita jalani sebagai wisata d taman hati yg
melelahkan sekaligus
mengagumkan untuk
kemudian d bingkai
menjadi koleksi kenangan
abadi d kemudian hari.. Lakukanlah apa yg kamu
yakini sebagai kebaikan,
jgn hiraukan efek yg akan
mereka timbulkan, sebab
mereka tdk akan membrerikan apa2 dr apa yg mereka katakan..

Minggu, 25 Maret 2012

Belajar keikhlasan dari Rasul

Di sebuah sudut pasar kota Madinah ada seorang
pengemis buta yang setiap harinya selalu berkata kepada setiap orang yang
mendekatinya, “Wahai saudaraku, jangan dekati Muhammad, dia itu orang gila, dia itu pembohong, dia itu tukang sihir apabila kalian mendekatinya maka kalian akan dipengaruhinya.” Tiada hal lain yang dilakukan sibuta setiap hari kecuali menengadahkan tangan dan meneriakkan kata-kata itu berulang-ulang kali. Namun demikian, setiap pagi selalu ada seorang pria yang mendatangi pengemis itu dengan membawakannya
makanan, dan tanpa berucap sepatah kata pun, pria itu selalu menyuapkan
makanan yang di bawanya kepada pengemis buta itu. Suatu ketika, pria yang biasanya datang memberinya makan tidak
lagi datang kepadanya. Pengemis buta itu semakin hari semakin lapar dan bertanya-tanya dalam dirinya apa yang terjadi dengan pria itu. Sampai suatu pagi ada seorang pria yang mendatanginya memberinya makan. Namun, ketika dia mulai menyuapinya, si pengemis marah sambil menghardik, “siapakah kamu? Engkau bukan orang yang biasa
mendatangiku.”
“Aku adalah orang yang biasa,” kata pria itu.
“Tidak mungkin. Engkau bohong. Apabila ia datang
kepadaku tidak susah tangan ini memegang dan
tidak susah mulut ini mengunyah. Orang yang biasa mendatangiku itu, sebelum ia menyuapiku,
dia selalu mengusap rambutku terlebih dahulu, Selalu menyuapiku, tapi terlebih dahulu dihaluskannya makanan
tersebut, setelah itu ia berikan padaku, sehingga tidak sulit mulut ini
mengunyah,” jawab pengemis buta itu. Mendengar jawaban itu,
pria tadi tidak dapat menahan air matanya, ia manangis sambil berkata kepada pengemis itu, "Aku memang bukan orang yang
biasa datang kepadamu.
Aku adalah salah seorang dari sahabatnya. Namaku Abu Bakar. Orang mulia yang biasa memberimu makan itu telah meninggal dunia. Dia adalah Muhammad SAW.” Pengemis buta itu terkejut.
Tubuhnya tergetar. Tidak ada kata-kata yang keluar dari mulutnya. Hanya air mata yang mengalir di pipinya. Deras, seolah
tak terbendung, mengenang Manusia sempurna.

Belajar Ikhlasan dari Rasul

Rabu, 07 Maret 2012

Tuhan tak pernah terlambat dalam memberi pertolongan. Kamu hanya harus sabar dan percaya, dan segalanya pantas untuk ditunggu.

Mereka yang tahu bersyukur adalah mereka yang bisa menikmati keindahan dunia dan arti kebahagiaan hidup.

Seorang pemenang adalah seseorang yang mempunyai tujuan pasti dalam hidupnya.

Akan selalu ada yg dikorbankan untuk mencapai satu tujuan. Waktu adalah hal yg sering dikorbankan. Tapi jangan sampai mengorbankan seluruh usiamu menjadi sia-sia.

Jangan pernah berpikir kamu bukan siapa- siapa, karena kamu tak pernah tahu, ada seseorang di luar sana yg berpikir kamu adalah segalanya.

Jumat, 02 Maret 2012

keterbatasan hidup takkan pernah membatasi jiwa manusia untuk menikmati kebahagiaan.

Jangan mengeluh! Masalah buatmu lebih dewasa. Salah buatmu lebih bijaksana. Bahagia selalu punya cara sebelum kamu menemukannya.

WorteL

Dua anak kelinci tampak
berlari ceria. Mereka begitu
gembira karena masing-
masing berhasil membawa
sebatang wortel segar dari
ladang petani. Dalam kegembiraan itu, tiba-tiba
seekor kelinci besar
menghentikan tingkah
riang mereka.

“Ayah?” ucap salah satu dari
dua anak kelinci itu agak
gugup. Mereka berusaha
untuk menyembunyikan
wortel yang mereka bawa,
tapi tidak berhasil.

“Kamu mencuri lagi anak-
anakku?” tanya kelinci
besar yang ternyata ayah
mereka. Sang ayah pun
menggamit tangan-tangan
anak kelinci itu.

“Kamu harus dihukum!” ucap sang
ayah kemudian.
“Tapi ayah, kami tidak
mencuri!” ucap salah satu
dari anak kelinci itu.

“Apa kamu sudah minta
dengan baik-baik ke kakek
petani?” tanya sang ayah
kemudian.
“Belum!” jawab sang anak
kelinci serempak. Dan, sang
ayah kelinci pun
memperlihatkan
kebingungannya.

“Anakku, bagaimana
mungkin kamu tidak
mencuri sementara wortel
yang kamu ambil tidak
dengan izin kakek petani?”
ucap sang ayah mengungkapkan
kebingungannya.

“Begini ayah, kami sama
sekali tidak bermaksud
mencuri. Kami hanya ingin
menyelamatkan wortel-
wortel ini dari pencurian
tikus-tikus di malam hari. Dan biasanya, tikus-tikus
hanya menjadikan wortel-
wortel curian mereka untuk
bersenang-senang, bukan
untuk dimanfaatkan
semestinya,” jelas salah satu anak kelinci begitu
argumentatif.

“Anakku, tikus-tikus
mengambil wortel kakek
petani tanpa izin, dan itu
kamu sebut mencuri. Kamu
pun mengambil wortel
yang juga tanpa izin, tapi tidak mau disebut mencuri.
Apa kalau yang mengambil
wortel memang untuk
dimakan tidak disebut
mencuri?” ucap sang ayah
kelinci.

“Tapi ayah...,” sergah salah
satu anak kelinci itu.

“Anakku,” tegur sang ayah
kelinci kemudian. “Siapa
pun dan dengan alasan apa
pun mengambil hak milik
orang lain tanpa izin si
pemilik, juga disebut mencuri! Dan itu sama-sama
merugikan kakek petani!”
jelas sang ayah kelinci lagi.
Dan, kedua anak kelinci itu
pun mengangguk pelan.

Sang ayah kelinci pun
mengambil dua batang
wortel itu untuk meminta
kedua anaknya
mengembalikannya ke
petani.

* * *

Dalam hidup kekinian yang
kian mengungkung siapa
pun dalam pengapnya racun
materialisme, orang kerap
tertipu dalam bahasa-bahasa
permisif yang menghalalkan segala cara. Pelacuran
menjadi pekerja seks
komersial, perzinahan
menjadi hubungan gelap
atau selingkuh, pencurian
uang negara menjadi penyimpangan atau
penyelewengan anggaran
negara.

Dan siapa pun akan
bersepakat bahwa
pencurian tidak akan hilang
hukumnya sebagai
pencurian hanya karena niat
mencurinya berbeda, atau karena tujuan mencurinya
karena sesuatu maksud
yang dianggap mulia, atau
karena yang mencurinya
orang saleh dengan tujuan
mulia. (muhammadnuh@eramuslim.com)

Wadah

Seorang murid tampak
murung di hadapan
gurunya. Ia sengaja
mendatangi sang guru
karena satu alasan: mencari
solusi dari seribu satu masalah yang seperti tak
pernah henti menderanya.
Belum masalah yang satu
selesai, masalah baru pun
muncul, berkembang, dan
seterusnya.

“Guru, kenapa hidupku
teramat sulit. Masalah
seperti tak pernah mau
menjauh dariku,” ungkap
sang murid menunjukkan
wajah galaunya. Semangat belajarnya seperti akan
pupus dengan seribu satu
masalah hariannya.

“Muridku, perhatikan apa
yang akan aku lakukan
dengan segelas air tawar
ini, ” ucap sang guru sambil
memasukkan sebungkus
serbuk jamu kedalam gelas.

Setelah diaduk, sang guru
pun mempersilakan
muridnya untuk mencicipi
air yang berubah kehijauan
itu. “Silakan kau coba!”
ucapnya lembut.

Sang murid pun meraih
gelas itu untuk kemudian
mencicipinya. “Pahit! Pahit
sekali guru!” ucapnya begitu
spontan. Tapi, sang murid
masih belum mengerti dengan segelas jamu itu.

Sesaat kemudian, sang guru
pun mengajak muridnya
untuk berjalan menuju
tepian kolam di sebuah
taman alam. Taman itu
begitu asri. Sejumlah mata air dari tanah pegunungan
mengalir perlahan menuju
kolam taman.

Dan, sang guru pun
menaburkan tiga bungkus
serbuk jamu lain ke kolam.
“Silakan kau aduk-aduk
kolam yang luas itu
semampumu, dan cicipi apakah airnya ikut terasa
pahit!” ucap sang guru
kemudian.

Setelah mengaduk, sang
murid pun mencermati
wajah air kolam yang
sedikit pun tidak berubah
warna. Dan, ia pun
mencicipinya. “Tawar, guru!” ucapnya kemudian.

“Muridku, bayangkan jika
serbuk jamu itu kau
taburkan di danau yang
luas. Berpuluh-puluh bahkan
mungkin beratus-ratus
bungkus serbuk jamu pun yang kau taburkan, warna
air danau tak akan berubah,
apalagi menjadi pahit!”
ungkap sang guru
kemudian.

“Maksud guru?” sergah sang
murid masih belum
menangkap isi nasihat
gurunya.

“Perbesarlah wadah dan isi
air, apa pun yang masuk,
tidak akan mengubah
rasanya. Perbesarlah wadah
jiwa kita, seberapa besar
pun masalah yang dihadapi, insya Allah, ia tetap hambar
dan tak akan
mempengaruhi diri kita,”
jelas sang guru yang
disambut anggukan pelan
muridnya.

***

Baginda Rasulullah saw.
pernah mengungkapkan
keunggulan jiwa seorang
mukmin. Jika diberi nikmat
ia bersyukur, dan itu
menjadi nilai plus buat dirinya.

Dan jika diuji
dengan ketidak nyamanan,
ia bersabar, dan itu pun
menjadi nilai plus lain buat
dirinya. Tapi boleh jadi, belum
banyak dari kita yang
merasakan bahwa sabar
adalah ungkapan untuk
menunjukkan betapa luas
dan dalamnya wadah jiwa seorang mukmin. Seluas
samudera yang akan
menghambarkan apa pun
yang mencemarinya.