Jumat, 02 Maret 2012

WorteL

Dua anak kelinci tampak
berlari ceria. Mereka begitu
gembira karena masing-
masing berhasil membawa
sebatang wortel segar dari
ladang petani. Dalam kegembiraan itu, tiba-tiba
seekor kelinci besar
menghentikan tingkah
riang mereka.

“Ayah?” ucap salah satu dari
dua anak kelinci itu agak
gugup. Mereka berusaha
untuk menyembunyikan
wortel yang mereka bawa,
tapi tidak berhasil.

“Kamu mencuri lagi anak-
anakku?” tanya kelinci
besar yang ternyata ayah
mereka. Sang ayah pun
menggamit tangan-tangan
anak kelinci itu.

“Kamu harus dihukum!” ucap sang
ayah kemudian.
“Tapi ayah, kami tidak
mencuri!” ucap salah satu
dari anak kelinci itu.

“Apa kamu sudah minta
dengan baik-baik ke kakek
petani?” tanya sang ayah
kemudian.
“Belum!” jawab sang anak
kelinci serempak. Dan, sang
ayah kelinci pun
memperlihatkan
kebingungannya.

“Anakku, bagaimana
mungkin kamu tidak
mencuri sementara wortel
yang kamu ambil tidak
dengan izin kakek petani?”
ucap sang ayah mengungkapkan
kebingungannya.

“Begini ayah, kami sama
sekali tidak bermaksud
mencuri. Kami hanya ingin
menyelamatkan wortel-
wortel ini dari pencurian
tikus-tikus di malam hari. Dan biasanya, tikus-tikus
hanya menjadikan wortel-
wortel curian mereka untuk
bersenang-senang, bukan
untuk dimanfaatkan
semestinya,” jelas salah satu anak kelinci begitu
argumentatif.

“Anakku, tikus-tikus
mengambil wortel kakek
petani tanpa izin, dan itu
kamu sebut mencuri. Kamu
pun mengambil wortel
yang juga tanpa izin, tapi tidak mau disebut mencuri.
Apa kalau yang mengambil
wortel memang untuk
dimakan tidak disebut
mencuri?” ucap sang ayah
kelinci.

“Tapi ayah...,” sergah salah
satu anak kelinci itu.

“Anakku,” tegur sang ayah
kelinci kemudian. “Siapa
pun dan dengan alasan apa
pun mengambil hak milik
orang lain tanpa izin si
pemilik, juga disebut mencuri! Dan itu sama-sama
merugikan kakek petani!”
jelas sang ayah kelinci lagi.
Dan, kedua anak kelinci itu
pun mengangguk pelan.

Sang ayah kelinci pun
mengambil dua batang
wortel itu untuk meminta
kedua anaknya
mengembalikannya ke
petani.

* * *

Dalam hidup kekinian yang
kian mengungkung siapa
pun dalam pengapnya racun
materialisme, orang kerap
tertipu dalam bahasa-bahasa
permisif yang menghalalkan segala cara. Pelacuran
menjadi pekerja seks
komersial, perzinahan
menjadi hubungan gelap
atau selingkuh, pencurian
uang negara menjadi penyimpangan atau
penyelewengan anggaran
negara.

Dan siapa pun akan
bersepakat bahwa
pencurian tidak akan hilang
hukumnya sebagai
pencurian hanya karena niat
mencurinya berbeda, atau karena tujuan mencurinya
karena sesuatu maksud
yang dianggap mulia, atau
karena yang mencurinya
orang saleh dengan tujuan
mulia. (muhammadnuh@eramuslim.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar