Selasa, 03 April 2012

Cerita Bung Karno

Tak lama setelah mosi tidak
percaya parlemen bentukan
Nasution di tahun 1967 dam MPRS menunjuk Suharto sebagai Presiden RI, Bung Karno menerima surat untuk segera meninggalkan
Istana dalam waktu 2 X 24 Jam. Bung Karno tidak diberi waktu untuk menginventarisir barang-barang pribadinya.

Wajah - wajah tentara yang mengusir Bung Karno tidak bersahabat lagi.
"Bapak harus cepat meninggalkan Istana ini dalam waktu dua hari dari sekarang!".
Bung Karno pergi ke ruang
makan dan melihat Guruh sedang membaca sesuatu di ruang itu.
"Mana kakak-kakakmu"
kata Bung Karno. Guruh menoleh ke arah Bapaknya dan berkata "Mereka pergi ke rumah Ibu". Rumah Ibu yang dimaksud adalah rumah Fatmawati di Jalan Sriwijaya, Kebayoran Baru. Bung Karno berkata lagi "Mas Guruh, Bapak tidak boleh lagi tinggal di Istana ini lagi, kamu persiapkan barang-barangmu, jangan kamu ambil lukisan atau hal lain, itu punya negara". Kata Bung Karno. Lalu Bung Karno melangkah ke arah ruang tamu Istana, disana Ia mengumpulkan semua
ajudan-ajudannya yang setia. Beberapa ajudannya sudah tidak kelihatan
ia makulum, ajudan itu
sudah ditangkapi karena diduga terlibat Gestapu.

"Aku sudah tidak boleh tinggak di Istana ini lagi,
kalian jangan mengambil apapun, Lukisan-lukisan itu,
Souvenir dan macam-macam barang. Itu milik
negara. Semua ajudan menangis saat tau Bung Karno mau pergi.

"Kenapa bapak tidak melawan, kenapa dari dulu bapak tidak melawan.??" Salah satu ajudan separuh berteriak memprotes tindakan diam Bung Karno. "Kalian tau apa, kalau saya
melawan nanti perang saudara, perang saudara itu sulit. Jikalau perang dengan Belanda jelas hidungnya beda dengan hidung kita. Perang dengan bangsa sendiri tidak, wajahnya sama dengan wajahmu, keluarganya sama dengan keluargamu, lebih baik saya yang robek dan hancur daripada bangsa saya harus perang saudara".
Tiba-tiba beberapa orang dari dapur berlarian saat mendengar Bung Karno mau meninggalkan Istana.
"Pak kamu memang tidak ada anggaran untuk masak,
tapi kami tidak enak bila bapak pergi, belum makan. Biarlah kami patungan dari uang kami untuk masak agak enak dari biasanya". Bung Karno tertawa "Ah, sudahlah sayur lodeh basi tiga itu malah enak, kalian masak sayur lodeh saja. Aku ini perlunya apa..."
Di hari kedua saat Bung Karno sedang membenahi baju-bajunya datang perwira suruhan Orde Baru. "Pak, Bapak harus segera meninggalkan tempat ini".
Beberapa tentara sudah
memasuki ruangan tamu dan menyebar sampai ke ruang makan. Mereka juga berdiri di depan Bung Karno dengan senapan terhunus.
Bung Karno segera mencari
koran bekas di pojok kamar, dalam pikiran Bung Karno yang ia takutkan adalah bendera pusaka akan diambil oleh tentara. Lalu dengan cepat Bung Karno membungkus bendera pusaka dengan koran bekas, ia masukkan ke dalam kaos oblong, Bung Karno berdiri sebentar menatap tentara- tentara itu, namun beberapa perwira mendorong tubuh Bung Karno untuk keluar kamar. Sesaat ia melihat wajah Ajudannya Saelan dan Bung Karno menoleh ke arah Saelan. "Aku pergi dulu" kata Bung Karno dengan terburu- buru.
"Bapak tidak berpakaian
rapih dulu, Pak" Saelan separuh berteriak. Bung Karno hanya mengibaskan tangannya. Bung Karno langsung naik VW Kodok, satu-satunya mobil pribadi yang ia punya dan meminta sopir diantarkan ke Jalan Sriwijaya, rumah Ibu Fatmawati. Di rumah Fatmawati, Bung Karno hanya duduk seharian saja di pojokan halaman, matanya kosong. Ia meminta bendera pusaka dirawat hati-hati. Bung Karno kerjanya hanya mengguntingi daun-daun di halaman. Kadang-kadang ia memegang dadanya yang sakit, ia sakit ginjal parah namun obat yang biasanya diberikan sudah tidak boleh diberikan. Sisa obat di Istana dibuangi.

Suatu saat Bung Karno mengajak ajudannya yang bernama Nitri -gadis Bali untuk jalan-jalan. Saat melihat dukuh, Bung Karno kepengen dukuh tapi dia tidak punya uang. "Aku pengen dukuh.. Tri, aku tidak punya uang" Nitri yang uangnya pas-pasan juga melihat ke dompetnya, ia merasa cukuplah buat beli dukuh sekilo. Lalu Nitri mendatangi tukang dukuh dan berkata "Pak Bawa dukuhnya ke orang yang ada di dalam mobil". Tukang dukuh itu berjalan dan mendekat ke arah Bung Karno. "Mau pilih mana, Pak manis-manis nih " sahut tukang dukuh dengan logat betawi kental.
Bung Karno dengan tersenyum senang berkata "coba kamu cari yang enak". Tukang Dukuh itu mengernyitkan dahinya, ia merasa kenal dengan suara ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar